Setelahitu rakyat Tondano menghadapi masalah dengan hasil pertanian yang menumpuk, tidak ada yang membeli. Dengan terpaksa mereka kemudian mendekati VOC untuk membeli hasil-hasil pertaniannya. Raja Buleleng harus membayar ganti rugi dari biaya perang yang telah dikeluarkan Belanda, sejumlah 75.000 gulden, dan raja harus menyerahkan I Gusti SimonCos kemudian memberikan ultimatum yang isinya antara lain: (1) Orang-orang Tondano harus menyerahkan para tokoh pemberontak kepada VOC, (2) orang-orang Tondano harus membayar ganti rugi dengan menyerahkan 50-60 budak sebagai ganti rugi rusaknya tanaman padi karena genangan air Sungai Temberan. Apalagiditambah ada masalah terkait penghapusan penyewaan tanah dan ganti rugi bagi orang-orang Eropa penyewa tanah. Karena adanya keputusan tersebut, Kraton Yogyakarta harus membayar ganti rugi dengan jumlah yang sangat-sangat besar kepada Belanda hingga kas kraton menjadi semakin menipis hingga harus berhutang ke orang-orang Eropa penduduk rakyattondano harus membayar ganti rugi dengan menyerahkan 50-60 budak sebagai ganti rugi rusaknya tanaman padi karena genangan air sungai secara kritis ancaman belanda padahal yang membendung sungai temberan itu belanda.bagaimana penilaiian kamu tentang sikap belabnda yang demikian.sikap ini merupakan sikap kolonialisme dan Vay Tiền Trả Góp 24 Tháng. - Perang yang terjadi pada tahun 1808-1809 yang melibatkan orang Minahasa di Sulawesi utara dan pemerintah kolonial Belanda pada permulaan abad 19 adalah Perang Tondano. Perang Tondano terjadi selama dua periode, yakni pada masa pemerintahan VOC dan perang yang meletus pada abad ke-19. Perang yang berlangsung di sekitar Danau Tondano, Sulawesi Utara, ini merupakan bentuk perlawanan rakyat Minahasa terhadap pendudukan bangsa Perang Tondano 1 adalah ambisi VOC untuk memonopoli beras di Minahasa, yang secara berani ditentang oleh rakyatnya. Sayangnya, rakyat Minahasa terpaksa menyerah kepada VOC karena perekonomiannya terancam. Latar belakang Perang Tondano 1 Sebelum VOC menyentuh Sulawesi Utara, rakyat Minahasa telah melakukan hubungan dagang dengan bangsa Spanyol, yang juga menyebarkan agama Kristen di wilayah tersebut. Salah satu tokoh yang diketahui berjasa dalam penyebaran agama Kristen di Minahasa adalah Fransiscus Xaverius. Akan tetapi, hubungan antara Minahasa dan Spanyol menjadi terganggu ketika pada abad ke-17, VOC berhasil menanamkan pengaruhnya di Ternate. Gubernur Simon Cos, yang diberi kepercayaan dari Batavia untuk membebaskan Minahasa dari Spanyol, mulai menempatkan kapalnya di Selat Lembeh. Akibat ulah VOC ini, para pedagang Spanyol dan Makassar pun tersingkir dari tempat itu. Setelah itu, VOC memaksa rakyat Minahasa agar menjual beras hanya kepadanya, tetapi ditolak. Penolakan ini memicu kemarahan VOC, yang kemudian memutuskan untuk memerangi rakyat juga Perlawanan Terhadap VOC di Maluku, Makassar, Mataram, dan Banten Jalannya Perang Tondano 1 Perang Tondano 1 berlangsung antara 1661 hingga 1664. Untuk melemahkan rakyat Minahasa, VOC tidak menggunakan kekuatan militernya, tetapi dengan membendung Sungai Temberan. Akibatnya, aliran sungai meluap hingga membanjiri permukiman penduduk. Akan tetapi, rakyat Minahasa tidak tunduk begitu saja dan mengatasinya dengan mendirikan rumah apung di sekitar Danau Tondano. Mengetahui hal itu, VOC kemudian mengepung kekuatan orang-orang Minahasa di Danau Tondano dan memberikan ultimatum. Berikut ini isi ultimatum Gubernur Simon Cos kepada rakyat Minahasa. Masyarakat Tondano harus menyerahkan tokoh pemberontak kepada VOC Masyarakat Tondano harus membayar ganti rugi dengan menyerahkan 50-60 budak karena rusaknya tanaman padi akibat luapan Sungai Temberan Akan tetapi, ultimatum itu tidak dihiraukan oleh masyarakat Minahasa, sehingga VOC memilih untuk mundur ke Manado. Akhir Perang Tondano 1 Pilihan VOC untuk mundur ke Manado ternyata membuat keadaan masyarakat Minahasa semakin sulit. Pasalnya, hasil pertanian penduduk menjadi menumpuk karena pembeli dari bangsa Spanyol telah diusir VOC dari Nusantara. Masyarakat Minahasa pun tidak memiliki pilihan selain mendekat dan menjalin kerjasama dengan VOC agar hasil pertaniannya dapat terjual. Terbukanya perdagangan Minahasa bagi VOC ini mengakhiri Perang Tondano 1. Setelah itu, Belanda membangun permukiman di Sulawesi Utara, lengkap dengan sebuah benteng. Referensi Makfi, Samsudar. 2019. Perlawanan terhadap Penjajah di Kalimantan, Sulawesi, Maluku, dan Nusa Tenggara. Singkawang Maraga Borneo Tarigas. Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Mari bergabung di Grup Telegram " News Update", caranya klik link kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel. Jawabannya adalah sikap kolonial ini masih ada di zaman modern, misalnya dalam ekspansi perusahaan asing di negara berkembang. Misalnya penjajahan di bidang kelautan oleh negara asing di laut Indonesia. Mereka mencuri produk ikan dan tidak menghormati kedaulatan Indonesia atau membayar pajak kepada ialah usaha untuk memperluas, mengembangkan, dan menguasai suatu wilayah dengan kekuasaan suatu negara di luar lokasi atau wilayah negara tersebut. Hal ini dilakukan dengan kekerasan untuk mencapai keuntungan sebesar-besarnya bagi negara asal atau negara asal. Tujuan dari kolonialisme yaitu untuk mencari dominasi ekonomi sumber daya, tenaga kerja dan perdagangan di wilayah tersebut. Imperialiasme ialah upaya kebijakan untuk mengontrol negara lain atau secara paksa memperluas kerajaan kepentingan diri sendiri yang didirikan sebagai sebuah kerajaan. Penguasaan dalam hal agama, ideologi, budaya ekonomi, asalkan dilakukan dengan kekerasan. Pada konsep kolonialisme, pemerintah adalah wajib, terlebih sikap diskriminatif antara kelompok kolonial dan rakyat terjajah. Peristiwa di Tondano menunjukkan bahwa keegoisan Belanda itu sewenang-wenang. Dalam hal ini, mereka menderita kerugian karena hasil panen tidak diperoleh dan berusaha menutupi neraca perdagangan mereka dengan menculik budak. Hal lain adalah bahwa sikap kolonialisme ini melihat bangsa terjajah bukan sebagai orang yang memiliki hak dan kewajiban, tetapi sebagai objek keuntungan atau perdagangan properti dalam bahasa kolonial. Sikap kolonial ini masih ada di zaman modern, misalnya dalam ekspansi perusahaan asing di negara berkembang. Misalnya penjajahan di bidang kelautan oleh negara asing di laut Indonesia. Mereka mencuri produk ikan dan tidak menghormati kedaulatan Indonesia atau membayar pajak kepada jawabannya adalah sikap kolonial ini masih ada di zaman modern, misalnya dalam ekspansi perusahaan asing di negara berkembang. Misalnya penjajahan di bidang kelautan oleh negara asing di laut Indonesia. Mereka mencuri produk ikan dan tidak menghormati kedaulatan Indonesia atau membayar pajak kepada pemerintah. Web server is down Error code 521 2023-06-16 110122 UTC What happened? The web server is not returning a connection. As a result, the web page is not displaying. What can I do? If you are a visitor of this website Please try again in a few minutes. If you are the owner of this website Contact your hosting provider letting them know your web server is not responding. Additional troubleshooting information. Cloudflare Ray ID 7d828ded0a7cb76a • Your IP • Performance & security by Cloudflare Perang Tondano“Perang Tondano yang terjadi pada 1808-1809 adalah perang yang melibatkan orang Minahasa di Sulawesi Utara dan pemerintah kolonial Belanda pada permulaan abad XIX. Perang pada permulaan abad XIX ini terjadi akibat dari implementasi politik pemerintah kolonial Hindia Belanda oleh para pejabatnya di Minahasa, terutama upaya mobilisasi pemuda untuk dilatih menjadi tentara “ Taufik Abdullah dan Lapian, 2012375a Perang Tondano I 1808Sekalipun hanya berlangsung sekitar satu tahun Perang Tondano terjadi dalam dua tahap. Perang Tondano I terjadi pada masa kekuasaan VOC. Padasaat datangnya bangsa Barat, orang-orang Spanyol sudah sampai di tanah Minahasa Tondano Sulawesi Utara. Orang-orang Spanyol selain berdagang juga menyebarkan agama Kristen. Tokoh yang berjasa dalam penyebaran agama Kristen di tanah Minahasa adalah Fransiscus Xaverius. Hubungan dagang orang Minahasa dan Spanyol terus berkembang. Tetapi mulai abad XVII hubungan dagang antara keduanya mulai terganggu dengan kehadiran para pedagang VOC. Waktu itu VOC telah berhasil menanamkan pengaruhnya di Ternate. Bahkan, Gubernur Terante Simon Cos mendapatkankepercayaan dari Batavia untuk membebaskan Minahasa dari pengaruh Spanyol. Simon Cos kemudian menempatkan kapalnya di Selat Lembeh untuk mengawasi pantai timur Minahasa. Para pedagang Spanyol dan juga Makassar yang bebas berdagang mulai tersingkir karena ulah VOC. Apalagi waktu itu Spanyol harus meninggalkan Kepulauan Indonesia untuk menuju Filipina. VOC berusaha memaksakan kehendak agar orang-orang Minahasa menjual berasnya kepada VOC. Hal ini karena VOC sangat membutuhkan beras untuk melakukan monopoli perdagangan beras di Sulawesi Utara. Orangorang Minahasa menentang usaha monopoli tersebut. Tidak ada pilihan lain bagi VOC kecuali memerangi orang-orang Minahasa. Untuk melemahkan orang- orang Minahasa, VOC membendung Sungai Temberan. Akibatnya aliran sungai meluap dan menggenangi tempat tinggal rakyat dan para pejuang Minahasa. Orang-orang Minahasa kemudian memindahkan tempat tinggalnya di Danau Tondano dengan rumah-rumah apung. Pasukan VOC kemudian mengepung kekuatan orang-orang Minahasa yang berpusat di Danau Tondano. Simon Cos kemudian memberikan ultimatum yang isinya antara lain 1 Orang-orang Tondano harus menyerahkan para tokoh pemberontak kepada VOC, 2 orang-orang Tondano harus membayar ganti rugi dengan menyerahkan 50-60 budak sebagai ganti rugi rusaknya tanaman padi karena genangan air Sungai Temberan. Ternyata rakyat Tondano bergeming dengan ultimatum VOC tersebut. Simon Cos sangat kesal karena ultimatumnya tidak diperhatikan. Pasukan VOC akhirnya ditarik mundur ke Manado. Setelah itu rakyat Tondano menghadapi masalah dengan hasil pertanian yang menumpuk, tetapi tidak ada yang membeli. Dengan terpaksa mereka kemudian mendekati VOC agar membeli hasilhasil pertaniannya. Dengan demikian, terbukalah tanah Minahasa oleh VOC. Berakhirlah Perang Tondano I. Orang-orang Minahasa kemudian memindahkan perkampungannya di Danau Tondano ke perkampungan baru di daratan yang diberi nama Minawanua ibu negeri.b Perang Tondano II 1809Perang Tondano II sebenarnya sudah terjadi ketika memasuki abad ke-19, yakni pada masa pemerintahan kolonial Belanda. Perang ini dilatarbelakangi oleh kebijakan Gubernur Jenderal Daendels yang mendapat mandat untuk mempertahankan Jawa dari serangan Inggris. Daendels memerlukan pasukan dalam jumlah besar. Untuk menambah jumlah pasukan, maka direkrut pasukan dari kalangan pribumi. Mereka yang dipilih adalah dari suku-suku yang memiliki keberanian berperang. Beberapa suku yang dianggap memiliki keberanian adalah orang-orang Madura, Dayak, dan Minahasa. Atas perintah Daendels melalui Kapten Hartingh, Residen Manado Prediger segera mengumpulkan para ukung.Ukung adalah pemimpin dalam suatu wilayah walak atau daerah setingkat distrik. Belanda menargetkan 2000 pasukan Minahasa yang akan dikirim ke Jawa. Ternyata orang-orang Minahasa umumnya tidak setuju dengan program Daendels untuk merekrut pemuda-pemuda Minahasa sebagai pasukan kolonial. Banyak di antara para ukung mulai meninggalkan rumah. Mereka justru ingin mengadakan perlawanan terhadap colonial Belanda. Mereka memusatkan aktivitas perjuangannya di Tondano, Minawanua. Salah seorang pemimpin perlawanan itu adalah Ukung Lonto. Ia menegaskan rakyat Minahasa harus melawan kolonial Belanda sebagai bentuk penolakan terhadap program pengiriman pemuda Minahasa ke Jawa serta menolak kebijakan kolonial yang memaksa agar rakyat menyerahkan beras secara cuma-cuma kepada suasana yang semakin kritis itu tidak ada pilihan lain bagi Residen Prediger kecuali mengirim pasukan untuk menyerang pertahanan orangorang Minahasa di Tondano Minawanua. Belanda kembali menerapkan strategi dengan membendung Sungai Temberan. Prediger juga membentuk dua pasukan tangguh. Satu pasukan dipersiapkan untuk menyerang dari Danau Tondano, sedangkan pasukan yang lain menyerang Minawanua dari darat. Tanggal 23 Oktober 1808 pertempuran mulai berkobar. Pasukan Belanda yang berpusat di Danau Tondano berhasil melakukan serangan dan merusak pagar bambu berduri yang membatasi danau dengan perkampungan Minawanua sehingga menerobos pertahanan orang-orang Minahasa di Minawanua. Walaupun sudah malam para pejuang tetap dengan semangat yang tinggi terus bertahan dan melakukan perlawanan dari rumah ke rumah. Pasukan Belanda merasa kewalahan. Setelah pagi hari tanggal 24 Oktober 1808 pasukan Belanda dari darat membombardir kampung pertahanan Minawanua. Serangan terus dilakukan Belanda sehingga kampung itu seperti tidak ada lagi Prediger mulai mengendorkan serangannya. Tiba-tiba dari perkampungan itu orang-orang Tondano muncul dan menyerang dengan hebatnya sehingga beberapa korban berjatuhan dari pihak Belanda. Pasukan Belanda terpaksa ditarik mundur. Seiring dengan itu Sungai Temberan yang dibendung mulai meluap sehingga mempersulit pasukan Belanda sendiri. Dari jarak jauh Belanda terus menghujani meriam ke Kampung Minawanua,tetapi tentu tidak efektif. Begitu juga serangan yang dari danau tidak mampu mematahkan semangat juang orang-orang Tondano, Minawanua. Bahkan terdengar berita kapal Belanda yang paling besar tenggelam di Tondano II berlangsung cukup lama, bahkan sampai Agustus 1809. Dalam suasana kepenatan dan kekurangan makanan, mulai ada kelompok pejuang yang memihak kepada Belanda. Namun dengan kekuatan yang ada para pejuang Tondano terus memberikan perlawanan. Akhirnya pada tanggal 4-5 Agustus 1809 Benteng pertahanan Moraya milik para pejuang hancur bersama rakyat yang berusaha m empertahankannya. Para pejuang itu memilih mati dari pada menyerah kepada Tondano, usai pemusnahan hunian di atas airBekas Benteng Moraya

rakyat tondano harus membayar ganti rugi